Pondok Pesantren Al-Ukhuwwah Cianjur --> Berdiri sejak tanggal 21 Juli 1989. Bergerak di bidang pendidikan agama Islam, yang berbasis ke’arifan budaya lokal, oleh Drs. Dadang Ahmad Fajar, M.Ag. Sebagai sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang berbasis kearifan budaya lokal.

Selasa, 28 Agustus 2012

Seni Debus

Posted by Pondok Pesantren Al-Ukhuwwah Cianjur On 23.58 No comments

Seni Debus
antara historis dan hiburan
Oleh : Drs. Dadang Ahmad Fajar, M.Ag
 
 
 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQAf6mDmkGUzc-yqAEzeiieQDRvILL8phLSzmtqGvaIxQqNbWbf2s8GKdX3MRydPOjMsBbwWvoLBGXrYgQ1yg2YIA05wQ9Zo3W2UNu6VfCZBeqN3K6u0g5U7yDgIMx-jFS_dAFpfC4aK9d/s200/S5034164.JPGFenomena fisika dan metafisika, seringkali tampil dalam pandangan. Baik pandangan dzahir maupun pandangan bathin. 
 
Gerakan metafisi yang ditimbulkan akibat sentuhan energy ruhani, seringkali tidak menjadi bahan perhatian masyarakat pada umumnya. Mereka hanya menonton keunikan, atau bahkan hanya mengkomentari tentang hokum dari sudut pandangan fiqih atau sudut pandang aqidah.
 
Tidak jarang, seseorang menyaksikan peragaan seni debus, hanya sekedar untuk hiburan. Tanpa adanya inisiatif untuk meneliti lebih mendalam. Sehingga dengan adanya tamilan seni ini, seseorang bisa menguak tabir yang masih tersembunyi dan pada kenyataanya sangat berguna bagi seluruh manusia.
 
Senis debus sendiri merupakan kesenian khas kaum tarekat Rifaiyah di Maroko. Kemudian berkembang di wilayah-wilayah yang telah menganut ajaran agama Islam, di semenanjung Melayu hingga Indonesia. Hingga sekarang masih berkembang dengan pesat.
 
Di Indonesia, seni debus mulai diperkenalkan di Provinsi Aceh Darussalam, teruitama pada masa kejayaan Sultan Malik al-Shaleh. Selanjutnya berkembang ke wilayah Cirebon, yang dulu masih disebut Carbon dan Banten. Antara Cirebon dan Banten memilki seni debus yang mirip, sebab seni ini diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Gunung Djati di Cirebon. Selanjutnya ke wilayah banten dibawa opleh puteranya yang bernama Sultan Maulana Hasanuddin.
 
Kesenian ini menyebar untuk kepentingan dakwah al-Islamiyah, dalam membekali para da'i, sebelum terjun ke lapangan. Dengan harapan sedikit terhindar dari upaya musuh yang akan mengganggu perkembangannya. Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, kesenian ini dipergunakan untuk membekali para milisi Nusantara, terutama kalangan pesantren, dalam melakukan penyerangan terhadap penjajah. 
 
Dalam peragaanya, seni debus seringkali mengkaitkan dengan cerita sejarah Imam Husein, shalawat kepada Rasulullah SAW dan lantunan dzikir-dzikir khusus, setelah acara tawasul. Berbeda dengan kesenian lainnya, seni debus memiliki tampilan unik. Pada umumnya menampilkan atraksi yang membuat berdiri bulu kuduk. Sebab tidak sedikit adegan berbahaya diperagakan seperti, memakan bara api, menusuk bagian anggota tubuh, memotong-motongnya hingga potongan paling kecil, bahkan memakan benda-benda yang tidak layak dimakan atau diminum, seperti makan beling, batu, meminum HCL pekat dan lain sebagainya.

       Hari ini seni debus telah beralih fungsi, dari kebutuhan perjuangan langsung menghadapi para penjajah dan kaum kafir yang akan mengobrak-abrik nilai ke-Islam-an, ke hiburan bagi kalangan pengikut tarekat atau bahkan, sebagai upaya peyakinan terhadap Allah, dalam kerangka pembelajaran ilmu Tauhid dan ilmu tasawuf. Oleh sebab itulah, hingga saat ini kesenian debus hanya beredar dikalangan pesantren dan zawiyah. Biasanya ditampilkan saat merayakan hari-hari tertentu, seperti Maulud Nabi SAW dan sejenisnya.

0 komentar:

Posting Komentar